Pakar tekankan pentingnya audit independen untuk jamin data sawit

Pakar Hukum Kehutanan Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino menekankan penting bagi pemerintah untuk melakukan audit independen.

By :  Widodo
Update: 2025-10-25 16:20 GMT

Ilustrasi. Kebun kelapa sawit milik PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) yang bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam pengembangan kultur jaringan di Kalimantan Tengah (Kalteng). (Antara/HO/AAL)

Pakar Hukum Kehutanan Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino menekankan penting bagi pemerintah untuk melakukan audit independen untuk menjamin data sawit demi menjaga investasi nasional.

“Ini menyangkut kredibilitas data negara dan kepastian hukum investasi,” kata Sadino dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Hal ini, lanjut dia, berkaitan dengan upaya pemerintah menertibkan penguasaan lahan sawit melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam.

Namun, Sadino mengingatkan perlunya kehati-hatian dan ketepatan data agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan ketidakpastian hukum maupun dampak negatif bagi investasi nasional.

Ia menyoroti data dari Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama PT Agrinas Palma Nusantara pada 23 September 2025 yang menunjukkan ketidaksesuaian antara klaim Satgas PKH dan kondisi lapangan.

Dari total 833.413 hektare lahan yang diserahkan kepada Agrinas dalam Tahap I–III, hanya 61 persen yang tertanami sawit, sementara 39 persen sisanya merupakan lahan kosong.

Sadino juga mengingatkan agar data yang digunakan Satgas PKH tidak dijadikan dasar langsung untuk penetapan denda.

Berdasarkan PP No. 24 Tahun 2021 dan PP No. 45 Tahun 2025 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja, perhitungan denda administratif seharusnya didasarkan pada luas kebun terbangun dan status kawasan hutan.

Sadino menambahkan, UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mewajibkan setiap keputusan pemerintah didasarkan pada data yang akurat.

“Kalau data tidak akurat tapi tetap dijadikan dasar kebijakan, itu bisa termasuk maladministrasi. Apalagi jika ketidakakuratan itu disengaja untuk mengejar target luasan atau PNBP, maka termasuk penyalahgunaan wewenang,” jelasnya.

Untuk mencegah kesalahan kebijakan, Sadino mendorong penerapan verifikasi berlapis (multi-layered verification).

Pertama, dilakukan verifikasi spasial menggunakan citra satelit resolusi tinggi untuk membedakan tutupan sawit, lahan terbuka, dan semak belukar.

Kedua, dilakukan pengecekan tumpang tindih dengan database perizinan seperti izin lokasi, HGU dan IUP, serta izin pelepasan kawasan yang telah diberikan oleh pemerintah. Ketiga, dilakukan verifikasi faktual (ground check) di lapangan.

“Tim verifikator wajib turun langsung untuk mengukur dan mencatat luasan yang benar-benar terbangun secara by name, by address, by coordinate. Tanpa ground check, data yang dihasilkan hanyalah asumsi,” ujarnya.

Tags:    

Similar News