KPK tegaskan transparansi penyitaan, M Jasin: Praktik ini sudah dari dulu

Update: 2025-11-23 09:13 GMT

KPK dan uang sitaan kasus korupsi, November 2025

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007–2011, M Jasin, menegaskan bahwa praktik memamerkan barang bukti berupa uang hasil sitaan bukanlah hal baru di KPK. Ia menyebut, sejak lembaga antirasuah itu berdiri, transparansi merupakan tradisi yang dijaga demi memastikan akuntabilitas kepada publik.

Dalam wawancara bersama Radio Elshinta edisi pagi, Minggu (23/11/2025), Jasin menjawab pertanyaan publik yang mempertanyakan apakah pamer uang sitaan menandakan KPK sedang ‘galak’ atau sekadar mengikuti gaya lembaga penegak hukum lain. Menurut Jasin, transparansi adalah mandat yang melekat pada KPK.

“KPK itu bertanggung jawab kepada publik, dan dalam menjalankan tugas harus akuntabel dan transparan. Setiap ada penyitaan, dari dulu selalu ditampilkan kepada masyarakat,” ujarnya kepada News Anchor Asrofi.

Jasin mengingatkan bahwa praktik memperlihatkan uang rampasan bukanlah inovasi baru ataupun tiruan dari lembaga lain. Ia mengaku terlibat sejak awal pembentukan KPK, termasuk ketika menjabat sebagai Direktur Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara sebelum menjadi pimpinan KPK.

“Dari awal berdirinya KPK saya sudah ada di situ. Setiap ada penyitaan pasti ditunjukkan kepada masyarakat. Itu real, bukan hanya pernyataan kosong,” tegasnya.

Ia juga menilai polemik yang menyebut KPK meniru lembaga lain hanyalah ketidaktahuan terhadap sejarah KPK. “Media mungkin media baru yang tidak tahu sejarah KPK dari awal,” tambahnya.

Jasin menyebut bahwa setiap uang yang disita KPK selalu disetor secara nyata ke kas negara dan dapat dicek langsung melalui Kementerian Keuangan. Ia menyatakan bahwa klaim penyetoran tidak pernah bersifat administratif belaka.

“Kalau KPK menyetor, itu betul-betul disetor. Publik bisa cross-check. Itu untuk menunjukkan integritas dan akuntabilitas,” jelasnya.

Ia mencontohkan, dalam kasus rampasan mobil atau barang lainnya, seluruh aset akan dilelang oleh Kementerian Keuangan dan hasilnya masuk kas negara. Transparansi, menurutnya, menjadi pembeda utama KPK dibanding aparat penegak hukum lain.

Jasin menilai bahwa publikasi uang sitaan juga memiliki efek pencegahan. Menurutnya, visualisasi uang rampasan akan menimbulkan rasa malu dan berdampak psikologis bagi pelaku maupun calon pelaku korupsi.

“Simbol efek psikologis kalau dipertontonkan itu penting. Orang akan malu, terutama yang punya niat korupsi,” ungkapnya.

Terkait kritik bahwa KPK periode sekarang dianggap kurang menghasilkan "tangkapan besar", Jasin menganggap challenge dari publik justru diperlukan agar KPK meningkatkan kinerja. Ia juga menyinggung perbedaan kualitas antarperiode kepemimpinan KPK.

Ia menyebut periode sebelumnya, terutama periode 5, sebagai masa yang banyak bermasalah terkait etik dan pidana, sehingga dibandingkan dengan periode tersebut, KPK sekarang harus tampil lebih baik.

Dalam wawancara, Jasin juga menyinggung lambatnya penanganan kasus Haji yang dinilai masyarakat belum menunjukkan progres signifikan. Ia meminta KPK bekerja sesuai undang-undang, tidak terpengaruh kedekatan politik, dan memberikan penjelasan terbuka jika ada hambatan.

“Jangan sampai melewati tahun 2025. Kalau ada ganjalan, sampaikan ke publik. Jangan sampai muncul anggapan KPK lembek atau tunduk pada kekuasaan,” tegasnya.

Jasin juga menegaskan bahwa laporan keuangan KPK baik penggunaan APBN maupun hasil sitaan selalu disampaikan secara detail kepada DPR sebagai mitra kerja. Ia menyebut KPK bahkan dikenal sering melakukan penghematan anggaran yang kemudian dikembalikan ke kas negara. “Yang kecil-kecil pun dilaporkan. Transparansi KPK layak ditiru lembaga lain,” katanya.

Jasin berharap KPK tetap menjaga integritas, transparansi, dan budaya akuntabilitas seperti sejak awal lembaga tersebut berdiri. “Yang penting bekerja sesuai aturan, transparan, dan akuntabel. Itu marwah KPK,” tutupnya.

Sebelumnya, KPK menyatakan bahwa tumpukan uang senilai Rp 300 miliar yang dipamerkan pada 20 November 2025 merupakan bagian dari hasil rampasan korupsi dalam kasus investasi fiktif PT Taspen.

Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, uang tersebut diambil dari rekening penampungan lembaga antirasuah, bukan uang pinjaman bank. KPK menjelaskan bahwa pemajangan uang ini bertujuan untuk memperlihatkan wujud aset kepada publik agar tidak hanya menjadi angka kosong, tetapi bukti nyata bahwa rampasan telah menjadi milik negara.

Langkah ini mendapat respons positif dari Komisi III DPR, yang menilai sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi lembaga antikorupsi.

Penulis: Dedy Ramadhany/Ter

Similar News