Sultan Bima XIV dinyatakan sebagai pahlawan nasional
Pemerintah pusat menobatkan Sultan Bima XIV bernama Muhammad Salahuddin sebagai penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025.
Sumber foto: Antara/elshinta.com.
Pemerintah pusat menobatkan Sultan Bima XIV bernama Muhammad Salahuddin sebagai penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025.
Kepala Museum Samparaja, Dewi Ratna Muchlisa, sekaligus juga cucu Sultan Muhammad Salahuddin mengungkapkan ia telah dihubungi pihak Sekretariat Militer Presiden (Sesmilpres) terkait penetapan tersebut.
"Saya mendapat telepon dari Sesmilpres yang menyampaikan pesan dari (Menteri Kebudayaan) Fadli Zon bahwa Sultan Muhammad Salahuddin lolos menjadi Pahlawan Nasional," ujarnya dalam pernyataan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat.
Dewi menuturkan penganugerahan gelar pahlawan nasional dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara, Jakarta, pada 10 November 2025 mendatang.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bima Tajuddin membenarkan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Sultan Muhammad Salahuddin telah diajukan kembali tahun ini dan telah memperoleh hasil positif di tingkat pusat.
"Kami juga telah mendapat informasi bahwa usulan tersebut telah mendapat persetujuan di tingkat pusat," kata Tajuddin.
Walau sudah lolos penobatan sebagai pahlawan nasional, imbuhnya, Dinas Sosial Bima masih menunggu pengumuman resmi dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Usulan penetapan Sultan Muhammad Salahuddin sebagai pahlawan nasional telah melalui proses panjang kajian dan verifikasi oleh berbagai pihak.
Sultan Bima XIV yang memerintah sekitar tahun 1915 sampai 1951 tersebut punya peran besar dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan dan memajukan pendidikan masyarakat Bima pada masa penjajahan.
Berbagai catatan sejarah menyebut bahwa Sultan Muhammad Salahuddin merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Kesultanan Bima di Pulau Sumbawa, NTB.
Usulan gelar pahlawan nasional tersebut diajukan bersama sejumlah tokoh nasional lain, seperti Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh perempuan asal Nganjuk bernama Marsinah.