Tata Kelola Ekonomi Global Sambut Lebih Banyak “Kekuatan Selatan”
KTT G20 ke-20 ditutup di Johannesburg, Afrika Selatan pada hari Minggu (23/11) waktu setempat. Selama KTT tersebut, Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang dalam pidatonya menekankan untuk menangani pemulihan ekonomi dunia yang lemah, perselisihan, kontradiksi dan dilema tata kelola dengan bersolidaritas dan bekerja sama. Yang patut disebutkan, Deklarasi Bersama telah diluluskan dalam pembukaan KTT tersebut, sebagai yang pertama kalinya dalam sejarah KTT G20, serta menunjukkan tekad berbagai pihak untuk meningkatkan kerja sama bersolidaritas dalam menangani tantangan bersama.
Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi dunia kekurangan daya penggerak, unilateralisme dan proteksionisme terus bangkit, berbagai pembatasan ekonomi dan perdagangan serta konfrontasi terus bertambah. Pada bulan September lalu, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengajukan Inisiatif Tata Kelola Global (GGI), yang telah memberikan solusi Tiongkok untuk menyelesaikan defisit tatanan global. Masyarakat berharap, G20 dapat memimpin pelaksanaan multilateralisme, melakukan reformasi dan perbaikan terhadap tatanan global, serta mendorong pembangunan bersama berbagai negara.
Dalam KTT G20 kali ini, Tiongkok telah mengajukan sejumlah tindakan pragmatis. Direktur Pusat Kajian BRICS dan G20 di Institut Hubungan Internasional Kontemporer Tiongkok, Xu Feibiao mengatakan, Tiongkok mengimplementasi multilateralisme sejati, dan telah memberikan serangkaian komitmen seputar topik yang menjadi perhatian masyarakat internasional khususnya Selatan Global seperti energi, pangan dan kecerdasan buatan dan lain sebagainya, dan telah memberikan kepastian yang berharga pada dunia yang bergejolak. Hal ini juga sepenuhnya membuktikan bahwa Tiongkok telah memimpin tata kelola ekonomi global dengan aksi nyata.
Sebagai anggota penting G20 dan negara berkembang terbesar di dunia, Tiongkok selalu menyarankan untuk mendengarkan suara Afrika, memperhatikan kekhawatiran Afrika dan mendukung aksi Afrika. Setelah KTT Hangzhou yang diselenggarakan pada tahun 2016 mengajukan “Inisiatif G20 untuk Mendukung Industrialisasi Afrika dan Negara Kurang Berkembang”, tahun ini Tiongkok meninjau dan mengevaluasi aksi dan pencapaian dari implementasi inisiatif tersebut, serta membentuknya menjadi “aksi Tiongkok”, untuk lebih lanjut mendukung pembangunan industrialisasi Afrika. Sementara itu, langkah-langkah dukungan untuk mengurangi utang negara-negara berkembang, “Inisiatif Kerja Sama untuk Mendukung Modernisasi Afrika” yang diajukan bersama dengan Afrika Selatan, serta Akademi Pembangunan Global yang akan didirikan, akan secara nyata meningkatkan kemampuan pembangunan independen negara-negara Afrika, serta memberikan daya penggerak yang baru bagi pembangunan bersama berbagai negara.
Kali ini, Tiongkok menekankan bahwa G20 harus menjunjung multilateralisme, serta mempercepat reformasi terhadap lembaga internasional antara lain Bank Dunia, Dana Moneter Internasional dan Organisasi Perdagangan Dunia. Hal tersebut akan membantu meningkatkan hak suara negara-negara berkembang, serta pembentukan tatanan ekonomi dan perdagangan internasional yang semakin setara dan terbuka. Tiongkok juga menganjurkan untuk mendorong diseminasi, aplikasi, dan tata kelola efektif kecerdasan buatan, mendorong kerja sama saling menguntungkan dan pemanfaatan damai untuk mineral kritikal, serta meningkatkan pemberdayaan pembangunan dan dukungan kesejahteraan rakyat Selatan Global. Langkah-langkah tersebut akan memperbaiki peraturan tata kelola di bidang terkait, serta menjaga kepentingan negara-negara berkembang dengan lebih baik, agar hasil globalisasi dapat menyejahterakan setiap orang secara lebih adil.