Tim IGA nilai penerapan PWA dan pengelolaan sampah di Bali
Tim penilai Innovative Government Award (IGA) 2025 menilai penerapan pungutan wisatawan asing (PWA) dan pengelolaan sampah di Bali.
Tim penilai IGA 2025 cek inovasi Pemprov Bali dalam penerapan PWA dan pengelolaan sampah di Denpasar, Sabtu (22/11/2025). (ANTARA/ho-Pemprov Bali).
Tim penilai Innovative Government Award (IGA) 2025 yang terdiri dari akademisi, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dan media, menilai penerapan pungutan wisatawan asing (PWA) dan pengelolaan sampah di Bali.
Rombongan yang dipimpin oleh Kepala Bagian Perencanaan Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomy Bawulang meninjau inovasi-inovasi daerah tersebut sekaligus mencocokkan data dengan kondisi lapangan.
“Di Kantor Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Bali, tim penilai memantau langsung penerapan aplikasi We Love Bali, platform pembayaran PWA yang dikembangkan sepenuhnya oleh tim internal Diskominfos tanpa melibatkan vendor,” kata dia dalam keterangan Pemprov Bali di Denpasar, Sabtu.
Di sana, tim IGA 2025 melihat sistem yang mendukung pemungutan PWA baik di hotel maupun destinasi wisata melalui kode QR, mobile checker dan banner digital juga sudah berjalan berdasarkan penuturan tim Diskominfos Bali.
Aplikasi We Love Bali yang digunakan untuk pungutan wisman itu sudah dapat diakses 162 negara, dan hingga Oktober 2025, PWA yang terkumpul lebih dari Rp320 miliar, dengan target Rp380 miliar pada akhir tahun 2025.
Selanjutnya tim penilai IGA 2025 mendatangi Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) yang menjadi inovasi lain sasaran tim di Desa Adat Cemenggaon, Gianyar.
“Mengunjungi Desa Adat Cemenggaon untuk melihat penerapan Pola PESAN-PEDE (Pengelolaan Sampah Mandiri Pedesaan), pola ini memadukan kearifan lokal desa adat dan filosofi Tri Hita Karana dalam sebuah perarem yang mengatur pemilahan sampah dari rumah tangga,” ujar Tomy Bawulang.
Diketahui sejak 2020 setiap kepala keluarga di Desa Adat Cemenggaon memiliki Teba Moderen atau lubang permanen dari buis berdiameter sekitar 1 meter dan kedalaman 3 meter.
Lubang itu untuk mengolah sampah organik rumah tangga dan sisa upacara adat, sementara untuk anorganik dikelola oleh Bank Sampah Sami Asri.
Sebelum program diterapkan, sekitar 1,2 ton sampah per hari dikirim ke TPA Temesi, kini residu yang dihasilkan hanya satu mobil bak per minggu, bahkan ada kompos yang dapat dipanen setelah satu tahun ketika sampah dalam teba moderen telah berwarna kehitaman, tidak berbau, dan bertekstur tanah.
Tim penilai IGA menilai praktik Desa Adat Cemenggaon sebagai contoh konkret pengelolaan sampah berbasis sumber yang sederhana namun efektif.
Merespons kunjungan tim IGA 2025 yang mengambil PWA dan pengelolaan sampah untuk dinilai, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan bahwa baginya inovasi merupakan kunci menjaga keberlanjutan pembangunan Bali yang sangat bergantung pada pariwisata.
“Bali menyumbang 53 persen devisa pariwisata nasional dan kontribusi 66 persen terhadap perekonomian daerah, dengan tantangan seperti sampah, kemacetan, dan krisis air bersih, inovasi daerah diharapkan mampu menjaga kualitas pariwisata dan keberlanjutan lingkungan Bali,” ujarnya.
Gubernur Bali Wayan Koster sendiri menyebut salah satu inovasi dengan mengadakan ajang mencari desa yang paling berhasil mengelola sampah sendiri merupakan salah satu pendekatan menuju Bali Bersih Sampah 2027.