Jelantah yang menjadi berkah
Yuni Krisgiyanti (kiri) menerima uang hasil penjualan minyak jelantahnya ke Bank Sampah Beo Asri Tegalreja, Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (28/8/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)
`Jelantah menjadi rupiah! Cuan! Cuan! Cuan!`.
Derai hujan yang mengguyur Kelurahan Tegalreja, Cilacap tak mampu menenggelamkan seruan penuh semangat dari ibu-ibu berbalut pakaian kuning. Tidak pula memadamkan niat ibu-ibu yang berbaris rapi dengan botol-botol minyak jelantah dalam pelukannya.
Pasukan kuning, yang merupakan pengurus Bank Sampah Beo Asri Tegalreja, terlihat menyambut nasabah mereka dengan senyuman yang tak kalah cerah dari warna pakaiannya. Yang menjadi nasabah tentulah para pembawa minyak jelantah dalam berbagai ukuran, ada yang botolan, ada juga yang menggunakan galon.
Yuni Krisgiyanti (38) adalah salah satu dari belasan nasabah yang mengantre untuk menyetorkan minyak jelantahnya. Puan yang bekerja sebagai pedagang gorengan itu memeluk galon berukuran 5 liter yang tidak terisi penuh.
Minyak jelantah yang berada dalam pelukannya merupakan akumulasi dari penggunaan selama kurang lebih sepekan. Minyak jelantah yang ia setorkan merupakan minyak bekas dua kali pakai untuk menggoreng mendoan, sate, hingga lauk-pauk untuk nasi kucing yang biasa ia jual dari siang hingga menjelang petang.
Ketika ditimbang, minyak jelantah yang dibawa Yuni tercatat seberat 3 kg, sehingga ia pun berhasil mengantongi bayaran senilai Rp15 ribu.
Kehadiran avtur dari minyak jelantah menjadi kebanggaan tersendiri, sebab mengharumkan nama Indonesia di kawasan Asia Tenggara sebagai produsen avtur ramah lingkungan pertama yang memiliki sertifikat internasional sustainability ISCC CORSIA berbahan baku campuran UCO atau minyak jelantah.
Dengan mengantongi sertifikasi tersebut, maka tumbuhlah kepercayaan diri Indonesia untuk mengujicobakan bahan bakar dari minyak bekas itu.
Tercatat pada 20 Agustus 2025, tiga hari sejak peringatan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-80, maskapai Pelita Air yang berbahan bakar avtur dari minyak jelantah berhasil lepas landas dan membelah angkasa untuk kali pertamanya.
Keberhasilan tersebut sekaligus menunjukkan keandalan inovasi anak bangsa, serta membuka peluang bisnis baru bagi Pertamina, yakni mengekspor avtur ramah lingkungan dari minyak jelantah.
“Kalau sudah melihat hasil daripada SAF kita, pasti negara lain akan melirik (SAF) kita,” ujar Komisaris Utama dan Independen Pertamina. Mochammad Iriawan.
Ambisi tersebut tentunya harus didukung oleh keandalan produksi. Karenanya, Iwan Bule, sapaan akrab Iriawan, memerintahkan kepada jajarannya untuk menambah jumlah titik pengumpulan minyak jelantah.
Penambahan jumlah titik pengumpulan minyak jelantah juga mendukung rencana Pertamina dalam mereplikasi keberhasilan Kilang Cilacap memproduksi avtur dari minyak jelantah. Adapun dua kilang yang ditargetkan akan memproduksi avtur dari minyak jelantah adalah Kilang Dumai dan Kilang Balongan.
Inovasi yang membawa berkah
Fenomena yang patut menuai apresiasi dari inovasi avtur berbahan bakar minyak jelantah adalah masifnya keterlibatan akar rumput; menyiratkan pesan bahwa transisi ke energi hijau tak hanya bersandar kepada pembuat kebijakan maupun pengusaha di sektor energi selaku sektor penghasil emisi tertinggi.
Perusahaan pelat merah itu menunjukkan kemampuannya dalam merangkul masyarakat yang berasal dari berbagai elemen, baik ibu rumah tangga, pekerja restoran, pengelola hotel, kafe, dan pengusaha UMKM agar terlibat dalam pengembangan avtur ramah lingkungan ini.
Saat ini, terdapat 35 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang menjadi titik pengumpulan minyak bekas pakai itu. Rencana penambahan titik pengumpulan minyak jelantah diyakini dapat memberi ruang bagi masyarakat luas untuk turut berpartisipasi dalam transisi energi dan mencintai lingkungan, sebagaimana yang dirasakan oleh Sri Widowati (75).
Sri merupakan salah satu local hero (pahlawan lokal Pertamina) di Cilacap yang secara aktif mengedukasi masyarakat ihwal bahaya minyak jelantah apabila dibuang sembarangan, seperti pencemaran tanah dan air, serta penyumbatan saluran air yang dapat menyebabkan banjir.
Wanita pensiunan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) itu bahkan mengelola Bank Sampah Beo Asri untuk menjadi tempat warga Kelurahan Tegalreja mengumpulkan minyak jelantahnya.
Meski Bank Sampah Beo Asri hanya membeli minyak jelantah seharga Rp5 ribu per kg, nyatanya hal tersebut berhasil menjadi motivasi agar masyarakat tidak membuang minyak bekas dengan sembarangan. Kini, bank sampah yang dikelola Sri telah memiliki lebih dari 2 ribu nasabah.
Tak hanya mengedukasi soal bahaya lingkungan, Sri juga meningkatkan kesadaran masyarakat soal efek negatif terhadap kesehatan bila menggunakan minyak goreng berulang kali hingga berwarna hitam.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), penggunaan minyak goreng yang dipanaskan berulang kali dapat menyebabkan diabetes tipe II, penyakit jantung, kanker, hingga penumpukan lemak berlebihan di dalam sel-sel hati.
“Mereka tuh pake minyak kadang sampai hitam sekali. Itu kan untuk kesehatan kurang bagus. Sekarang dipakai sedikit-sedikit bisa dikumpulkan jadi uang,” kata Sri ketika ditemui di Bank Sampah Beo Asri.
Dengan demikian, pembelian minyak jelantah oleh Bank Sampah Beo Asri tak hanya mendatangkan manfaat bagi lingkungan dan menggerakkan perekonomian masyarakat Tegalreja, tetapi juga berdampak positif bagi kesehatan masyarakat.
Kesadaran tersebut melandasi dukungan Sri terhadap Pertamina untuk mengembangkan avtur dari minyak jelantah dengan lebih masif. Ia berharap manfaat yang dirasakan oleh Kelurahan Tegalreja dapat dirasakan juga oleh masyarakat di seluruh Indonesia.