Kuasa hukum PT WKM soroti ketidakonsistenan saksi di persidangan

Kuasa hukum PT Wana Kencana Mineral (WKM), Rolas Sitinjak dan OC Kaligis, menilai keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara pidana tambang nikel di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak konsisten dan cenderung memihak PT Position.

Update: 2025-09-25 07:10 GMT

Sumber foto: Supriyarto Rudatin/elshinta.com.

Kuasa hukum PT Wana Kencana Mineral (WKM), Rolas Sitinjak dan OC Kaligis, menilai keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara pidana tambang nikel di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak konsisten dan cenderung memihak PT Position.

Sidang yang digelar pada Rabu (24/9/2025) tersebut menghadirkan saksi dari JPU, yaitu Lalu Mahendra, Kepala Seksi Perencanaan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Dua karyawan PT WKM, yakni Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, menjadi terdakwa dalam perkara yang mempersoalkan patok lahan konsesi di Halmahera Timur.

“Ini seperti orang politik. Jawabannya mencla-mencle, banyak lupanya, Yang Mulia,” ujar OC Kaligis dengan nada gusar di hadapan majelis hakim yang dipimpin Sunoto.

Kaligis menilai saksi kerap menjawab “tidak tahu” atau “lupa” ketika pertanyaan diajukan pihaknya. Namun, saat pertanyaan berasal dari jaksa, saksi justru dapat menjawab dengan lancar.

Pertanyakan Legalitas PT WKS

Rolas Sitinjak menilai kesaksian yang tidak konsisten ini memunculkan tanda tanya mengenai legal standing PT Wana Kencana Sukses (WKS), perusahaan yang memiliki Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di areal yang tumpang tindih dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT WKM dan PT Position.

Menurutnya, saksi justru memberikan keterangan seolah-olah sebagai ahli, padahal kapasitasnya hanya sebatas penunjuk titik koordinat berdasarkan peta atau GPS.

“Ketika hakim bertanya, saksi ragu-ragu. Tapi ketika jaksa bertanya, dia menjawab lancar. Kualitas saksi seperti ini jelas dipertanyakan,” kata Rolas seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (25/9). 

Ia menambahkan, perubahan keterangan saksi semakin menguatkan dugaan kriminalisasi terhadap kedua terdakwa.

Soroti Regulasi dan Aktivitas Lapangan

Dalam sidang, Rolas memaparkan bahwa PT WKS belum memiliki Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada 2024, sehingga tidak memiliki dasar hukum untuk membuka jalan maupun menebang pohon di wilayah konsesi tersebut. RKT baru berlaku pada 2025.

“Artinya, WKS masuk ke wilayah konsesi tanpa dasar hukum. Itu jelas melanggar aturan. Pertanyaannya, hasil kayu dan nikel dari bukaan jalan sepanjang 1,1 kilometer itu ke mana? Sampai sekarang tidak ada jawaban,” tegasnya.

Ia juga menuding PT Position melakukan pelanggaran berlapis karena ikut memperbesar jalan, menggali, serta mengangkut tanah hasil bukaan. Aktivitas tersebut, kata Rolas, dapat dikategorikan sebagai praktik illegal mining.

Menurut keterangan PT WKM, aktivitas pembukaan jalan oleh PT WKS dan PT Position telah menyebabkan hilangnya sekitar delapan hektar kawasan hutan. Kayu hasil tebangan maupun material nikel dari pengupasan lahan juga tidak jelas alirannya.

“Kalau sesuai aturan, setiap kayu hasil tebangan wajib dilaporkan dan setiap material tambang harus masuk pencatatan produksi resmi. Tapi sampai hari ini, tidak ada data jelas. Ini memperkuat dugaan illegal logging dan illegal mining,” ucap Rolas.

Dugaan Kriminalisasi

Lebih lanjut, Rolas menyebut tuduhan kepada dua karyawan PT WKM tidak berdasar. Ia mencontohkan, Marsel hanya bertugas menunjuk titik lokasi, sementara Awwab bahkan tidak berada di lokasi saat aktivitas dilakukan.

“Kalau WKS dan Position beraktivitas di 2024, jelas itu ilegal. Jadi jangan mengorbankan orang-orang kecil yang tidak tahu apa-apa dengan memasukkannya ke penjara,” imbuhnya.

Sidang perkara ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan empat saksi tambahan dari JPU.

Tags:    

Similar News