Mewarnai mimpi "teman sunyi" bersama Pertapreneur Aggregator 2025 Muria Batik Kudus
Memasuki tempat produksi Muria Batik Kudus yang berlokasi di Desa Karangmalang Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah tampak sama dengan tempat produksi batik lainnya.
Sumber foto: Sutini/elshinta.com.
Memasuki tempat produksi Muria Batik Kudus yang berlokasi di Desa Karangmalang Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah tampak sama dengan tempat produksi batik lainnya. Terlihat beberapa remaja sedang mencelupkan canting ke "malam" lilin kemudian ditorehkan ke kain yang sudah di lukis, ada yang bergotong royong menjemur kain batik usai proses pewarnaan dan sebagainya. Namun saat diperhatikan lebih teliti ditempat ini "sunyi" tidak ada percakapan antar sesama pembatik hanya terlihat gerakan (bahasa isyarat). Kesunyian ini bukan disebabkan tidak saling kenal atau tidak peduli, ternyata mereka ini adalah remaja berkebutuhan khusus (disabilitas) yang sedang magang di tempat tersebut.
Ada sebanyak 7 remaja disabilitas dengan berbagai kekhususan yang sedang belajar membatik, ada yang tuna wicara, tuna rungu, tuna grahita maupun autis. Mereka ini merupakan siswa SLB Negeri Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah.
Salah satu remaja yang terlihat cekatan membatik yakni Lia Ayu Lestari ( 22 ) warga Desa Pasuruan Kidul Kecamatan Jati Kabupaten Kudus ini merupakan pekerja tuna wicara dan tuna rungu. Ia menceritakan awal mula bisa mengenal batik karena diajari di sekolah. Lalu ia diajak magang membatik ditempat Muria Batik. Waktu itu, ia masih sering nangis karena malu bertemu banyak orang, tapi lama-lama jadi terbiasa, bahkan bisa mendesain dan mewarnai batik dengan baik. Kemudian oleh pemilik Muria Batik Yuli Astuti, ia diberi kesempatan bekerja sampai sekarang.
"Saya sudah 3 tahun kerja disini setelah lulus sekolah. Orang tua mendukung. Saya sudah tidak malu dan nangis lagi. Rasanya seneng sudah bisa membatik. Kalau dulu pertama membatik itu gambar kayak ini (Menara Kudus). Disekolah saya diajari membatik sama guru jadi mulai suka, apalagi waktu magang disini jadi semakin suka. Saya bahkan diminta membatik dan mendesain baju sendiri untuk lebaran kemarin sama ibu Yuli", katanya melalui tulisan.
Lia ini merupakan salah satu disabilitas yang bisa membaca dan menulis, sehingga lebih mudah orang lain untuk berkomunikasi. Berbeda cerita dengan Fadik (18) dan Nafis (16), remaja disabilitas tuna wicara dan tuna rungu yang sedang magang di Muria Batik ini, tidak bisa membaca dan menulis, sehingga untuk komunikasi agak kesulitan harus mengunakan bahasa isyarat, terkadang Lia inilah yang membantu menerjemahkan untuk orang lain.
Meski tak bisa bicara dan mendengar, kemampuan Fadik setara kelas XII SMA ini sangat terampil saat mencelupkan canting ke wajan yang penuh malam untuk mewarnai secara detail lukisan di kain, hingga menjadi selembar kain batik tulis yang indah. Bahkan hasil karyanya menjadi juara 1 Batik SLB se-eks karisidenan Pati bulan Mei 2025 di Pendopo Kabupaten Pati.
Selama 4 bulan magang, kata Yuli, ia rajin berangkat dan sudah dipercaya mewarnai batik dengan tingkat kesulitan yang tinggi dibandingkan lainnya. "Cara mewarnainya sudah rapi jadi saya minta dia untuk mewarnai gambar yang tingkat kesulitan lumayan tinggi, bagi orang yang normal saja susah tapi dia sudah bisa. Kemarin dia juara lomba tingkat karisidenan. Maju ketingkat provinsi karena lombanya online dia kalah", ujar Yuli dengan bangga.
Owner Muria Batik yang merintis usaha dari tahun 2005 ini, mengakui tidak semua anak-anak disabilitas yang diajukan pihak sekolah bisa magang ditempatnya, karena ada yang masih ketergantungan sama orang tua dan rumahnya jauh.
"Untuk beberapa anak yang disini seperti Nafis dan Fadik, mereka sudah mandiri, bisa naik motor sendiri. Sempat ada orang tua yang minta disediakan mess (tempat tinggal). Tapi belum bisa saya penuhi, karena keterbatasan tenaga dan juga tempat. Lihatlah tempat ini tidak terlalu luas. Kalau Nadhif sudah terampil membatik, berbeda dengan Nafis yang setara siswa kelas X SMA ini masih terus berlatih, namun ia jago bermain pantomim bahkan sering tampil diberbagai acara dan ikut perlombaan", imbuh Yuli yang memintanya memperagakan pantomim dihadapan awak media.
Salah satu guru pendamping SLB Negeri Cendono, Tri Asih, mengatakan di SLB Negeri cendono anak-anak yang usia SMP dan SMA ada pembelajaran vokasi diantaranya adalah membatik, tata boga, menjahit, cuci motor, IT, laundry, dan karya kreatif. Hal ini supaya nanti anak-anak yang lulus punya keterampilan, bisa mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak tergantung sama orang tua.
"Jadi setiap tahun anak-anak ada kegiatan magang, tahun 2025 ini baru magang di Muria Batik, yang tahun-tahun sebelumnya pernah ditempat batik lainnya", kata Asih saat dikonfirmasi, Jumat (19/9).
Sebagai pengajar di sekolah yang "khusus" ia merasa bangga dengan anak didiknya. " Alhamdulillah kemarin maju tingkat provinsi yang membatik sama boga membuat roti tart meski belum juara tapi buat bangga karena mereka bisa berkarya", imbuh Asih.
Kilas balik kisah Yuli Astuti dalam perjuangannya dulu sangat tidak mudah baginya untuk memulai hidupkan batik Kudus, apalagi saat itu batik Kudus hampir punah, hanya tersisa satu orang pembatik paruh baya. Yuli akhirnya meneliti motif-motif batik kudus hingga ke Gunung Muria untuk menggali sejarah motif kapal kandas salah satu karyanya yang ikonik. Melalui selembar batik, ia berusaha menghidupkan legenda Kapal Kandas termasuk juga motif lainnya yang merupakan asli Kudus.
"Saya belajar ke Pekalongan, Solo, Jogja naik sepeda motor sendirian pernah mengalami pecah ban malam-malam ditengah hutan perbatasan antara kabupaten Grobogan dan Sragen saat hujan gerimis. Banyak kisah yang saya alami saat belajar membatik dan merintis usaha. Saya juga menghabiskan dua tahun untuk menggali motif batik Kudus yang sudah hilang. Dari situ saya mulai membangun lagi dari nol,” ungkapnya.
Menurut Yuli, berdasarkan sejarah tentang batik Kudus yang dipelajari, dahulu lembaran kain batik yang bercerita tentang legenda Kota Kudus tterkenal di era Tahun 1940 hingga tahun 1970. Kemudian di medio tahun 1970, batik Kudus mulai mengalami pasang surut karena peralihan tren industri di kabupaten Kudus.
Paham dengan sejarah jatuh bangun industri batik di kota kelahirannya, Yuli bertekad untuk menjadi sociopreneur dengan melakukan pelatihan bagi anak-anak sekolah, anak-anak disabilitas dan perempuan disekitar tempat usahanya untuk membatik.
“Ini warisan budaya Indonesia, dan sudah menjadi kewajiban kita untuk dapat memberikan warisan budaya ini kepada generasi selanjutnya (anak-anak) termasuk kepada anak-anak disabilitas agar bisa mandiri dan mempunyai keahlian untuk bekal menapaki masa depan” katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Sutini, Senin (22/9).
Kini, di rumah yang sekaligus galeri Muria Batik terlihat deretan batik dengan motif khas Kudus seperti kapal kandas, parijotho, beras tumpah, beras kecer, menara serta batik yang sarat cerita rakyat seperti tradisi bulusan dan juga situs Patiayam. Batik-batik tersebut hanya beberapa contoh saja, sebab ada puluhan motif lainnya, sebanyak 30 motif diantaranya sudah dipatenkan.
Keberadaan Muria Batik terbukti bisa mengembalikan gairah keberadaan batik khas Kudus. Didukung program pendanaan usaha mikro dan kecil (PUMK) oleh Pertamina yang berkomitmen mendampingi mitra binaannya berdaya dan melestarikan budaya sekitar. Ternyata sangat membantu para pengusaha UMKM, seperti yang dirasakan pemilik usaha Muria Batik.
Taufiq Kurniawan, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah menyampaikan, Pertamina telah berkomitmen mendukung UMKM lokal yang menghidupkan kearifan budaya daerah. Pihak Pertamina mendampingi UMKM melalui berbagai program seperti pelatihan, pembinaan, hingga fasilitasi pameran nasional maupun internasional.
“Kita menyaksikan kisah sukses Bu Yuli Muria Batik, beliau ini perintis bukan pewaris. Beliau menghidupkan kembali batik Kudus yang sempat dilupakan, dan sekarang pasarnya sudah merambah ke berbagai wilayah di Indonesia bahkan hingga luar negeri. Kami ingin UMKM naik kelas. Tidak hanya untung, tapi membawa berkah bagi lingkungan, termasuk memberdayakan kelompok rentan seperti penyandang disabilitas,” ujar Taufiq.
Atas komitmen dan dedikasinya tersebut, Yuli yang menjadi mitra binaan dari tahun 2017, setahun kemudian dianugerahi penghargaan juara pertama untuk Local Hero Pertamina 2018. Beragam pelatihan dan pameran telah dia dapatkan melalui Pertamina, baik di mancanegara seperti di Malaysia hingga pameran virtual yang baru-baru ini dilaksanakan yaitu Pertamina SMEXPO 2021.
Ditengah Pandemi Covid-19 lalu, Yuli mengandalkan pasar online untuk memasarkan daganganya. Mengikuti pameran virtual dan menjadi narsum webinar menjadi berkah agar dapat bertahan.
Kegigihan Yuli juga diganjar dengan prestasi sebagai UMKM pemenang Pertapreneur Aggregator 2025, Muria Batik Kudus dinilai konsisten menjaga kekayaan budaya lokal melalui pemberdayaan disabilitas, inovasi motif dan teknik perwarnaan berbasis bahan ramah lingkungan. Serta, penghargaan meraih kategori "Best Performance Fashion Sector" dalam UMKM BUMN Award yang bersaing begitu ketat dengan UMKM lain di Indonesia mewakili Pertamina.