MUI ingatkan pejabat bijak bermedsos dan tidak sebarkan disinformasi di ruang digital

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Niam Sholeh, mengingatkan pejabat publik agar lebih berhati-hati dalam bermedia sosial dan tidak terburu-buru menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.

Update: 2025-11-18 05:12 GMT

Sumber foto: Heru Lianto/elshinta.com.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Niam Sholeh, mengingatkan pejabat publik agar lebih berhati-hati dalam bermedia sosial dan tidak terburu-buru menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.

Menurutnya, ruang digital merupakan ruang publik yang menuntut tanggung jawab moral tinggi, karena setiap unggahan dapat memengaruhi persepsi dan ketenangan masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan dalam Diskusi Publik “Fatwa Bermuamalah di Media Sosial pada Era Post-Truth” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Asrorun menegaskan bahwa pejabat seharusnya menjadi teladan dalam kehati-hatian.

Ia mengibaratkan pejabat sebagai imam yang harus menjaga kelayakan dan integritas, karena semua tindakan dan komunikasi mereka memiliki dampak sosial.

Asrorun menyoroti maraknya konten digital yang dibuat pejabat tanpa proses tabayyun sehingga memicu misinformasi dan disinformasi.

Ia mencontohkan inspeksi mendadak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke sebuah perusahaan air minum di Subang yang dipublikasikan secara terbuka tanpa klarifikasi awal.

Menurutnya, tindakan tersebut menggiring publik pada kesimpulan keliru dan menimbulkan dampak reputasional yang sulit dipulihkan.

“Ini yang saya sebut dhala fa dhala — sesat dan menyesatkan. Publik tidak diberi konteks utuh, tetapi langsung diarahkan pada satu kesimpulan,” ujarnya seperti dilaporkan Reporter Elshinta, Heru Lianto, Selasa (18/11).

Ia menegaskan bahwa perilaku demikian bertentangan dengan Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017 yang melarang penyebaran hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan informasi yang tidak terverifikasi. Ruang digital, kata Asrorun, seharusnya menjadi sarana untuk memperluas manfaat, bukan menambah mudarat.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Komunikasi Publik dan Media Komdigi RI, Fifi Aleyda Yahya, menekankan pentingnya moralitas dalam literasi digital.

Menurutnya, ruang digital bukan hanya soal kemampuan teknis, tetapi juga kesadaran sosial dan etika. Ia mengingatkan bahwa setiap unggahan memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang harus dipertimbangkan.

“Jempol kita bisa menjadi alat kebaikan atau sumber kerusakan,” ujarnya.


Ia menambahkan bahwa ketangguhan ruang digital membutuhkan kerja bersama antara pemerintah, platform, dan pengguna.

Diskusi publik ini dihadiri akademisi, mahasiswa, dan praktisi komunikasi. Penyelenggara berharap kegiatan tersebut dapat menjadi pengingat pentingnya etika, kebenaran, dan kemaslahatan publik dalam bermedia sosial.

Tags:    

Similar News