PP Tunas krusial lindungi anak di ruang digital, Komdigi jadi garda depan pengawasan

Update: 2025-12-16 07:14 GMT
Elshinta Peduli

Pemerintah menilai Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Ramah Anak atau PP Tunas menjadi instrumen strategis untuk melindungi anak-anak Indonesia di tengah masifnya penetrasi ruang digital yang kini menyasar hampir seluruh kelompok usia.

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, dalam wawancara Elshinta Podcast bersama news anchor Bhery Hamzah, Selasa (16/12/2025). Hal ini terkait dengan menyikapi tingginya intensitas anak berinteraksi dengan internet yang rata-rata mencapai tujuh jam per hari.

Warsito menjelaskan, urgensi PP Tunas tidak terlepas dari visi pembangunan sumber daya manusia unggul, berdaya saing, dan berkarakter yang menjadi bagian dari delapan prioritas nasional pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Dari delapan prioritas tersebut, setidaknya empat berkaitan langsung dengan penguatan karakter, mulai dari aktualisasi nilai Pancasila, penguatan SDM, etika dan integritas, hingga kehidupan yang rukun dan harmonis.

“Dalam konteks itu, ruang digital harus dipandang sebagai ekosistem penting pembentukan karakter, karena pengaruhnya lintas usia dan berlangsung sangat cepat,” kata Warsito.

Ia memaparkan, pembentukan karakter anak tidak cukup dilakukan melalui pendekatan regulasi yang bersifat top-down, melainkan harus diperkuat dengan gerakan bersama berbasis masyarakat atau bottom-up.

Kemenko PMK memetakan lima ekosistem utama pembentuk karakter, yakni keluarga, institusi pendidikan, masyarakat, tempat ibadah, dan ruang digital, dengan keluarga sebagai hulu yang paling menentukan dalam pendampingan anak di era digital.

Elshinta Peduli

Menurut Warsito, data menunjukkan hampir 50 persen anak di bawah usia 18 tahun aktif berinteraksi dengan internet, bahkan sekitar 40 persen anak usia dini di bawah tujuh tahun telah mengakses ruang digital.

Kondisi ini dinilai berisiko jika tidak dibarengi literasi digital dan pengawasan yang memadai. “PP Tunas hadir untuk memastikan ruang digital aman, sehat, dan beradab bagi anak-anak, sekaligus mencegah eksploitasi digital yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Dalam implementasi PP Tunas, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) disebut memegang peran sentral sebagai kementerian teknis yang berada di garis depan pengawasan ruang digital.

Warsito menyebut Komdigi bertanggung jawab menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait konten bermasalah, melakukan penelaahan awal, serta memastikan penyedia sistem elektronik mematuhi ketentuan ramah anak.

Selain itu, Komdigi juga berperan mengoordinasikan penyaringan konten, penegakan rambu-rambu digital, serta penguatan literasi digital bagi masyarakat.

PP Tunas juga mengatur tanggung jawab penyedia platform digital untuk memastikan konten, aplikasi, dan layanan yang ditawarkan tidak melanggar norma kesusilaan, tidak mengeksploitasi anak, serta sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Masyarakat dan orang tua didorong aktif melaporkan pelanggaran, sementara Komdigi menjadi pintu utama pengaduan sebelum ditindaklanjuti sesuai kewenangan, termasuk apabila berujung pada penegakan hukum.

Warsito menegaskan, peran orang tua tetap menjadi kunci utama, terutama dalam memastikan anak mengakses ruang digital sesuai batasan usia dan pendampingan sebagaimana diatur dalam PP Tunas.

Anak usia 13 hingga 17 tahun diperbolehkan mengakses ruang digital dengan pendampingan berjenjang, sementara orang tua memiliki kewajiban memahami regulasi dan melindungi tumbuh kembang fisik serta psikis anak, baik di dunia digital maupun dunia nyata.

Kemenko PMK, lanjut Warsito, menjalankan fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian lintas kementerian dan lembaga dalam pelaksanaan PP Tunas, termasuk dengan Komdigi, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, serta Kementerian Dalam Negeri.

Pendekatan yang ditempuh tidak hanya berbasis regulasi, tetapi juga melalui penguatan gerakan sosial seperti kampanye “bijak dan cerdas berdigital dan ber-AI” yang menghimpun berbagai inisiatif literasi digital di masyarakat.

Ia juga menyoroti pentingnya keteladanan dari pemimpin, pendidik, dan tokoh publik untuk membangun kepercayaan masyarakat. Ketidaksinkronan nilai antara yang diajarkan di keluarga dengan realitas di sekolah atau ruang publik dinilai dapat menggerus proses pembentukan karakter anak. Karena itu, pemerintah mendorong linieritas nilai antar ekosistem agar pendidikan karakter berjalan konsisten.

Menurut Warsito, kolaborasi media dengan pemerintah, termasuk kerja sama Elshinta dan Komdigi dalam sosialisasi PP Tunas, menjadi bagian penting dari dukungan publik terhadap program strategis pemerintah.

“Penguatan karakter bangsa bukan pekerjaan sesaat, melainkan proses berkelanjutan yang membutuhkan keterlibatan semua pihak. PP Tunas bukan untuk membatasi, tetapi memastikan ruang digital tetap tumbuh secara produktif dan bertanggung jawab, sekaligus aman bagi anak-anak sebagai tunas bangsa,” pungkas Warsito.

Penulis: Dedy Ramadhany/Ter

Elshinta Peduli

Similar News