Dampak teknologi kepada budaya, etika dan masa depan pekerjaan 

Bertempat di Guangzhou, China, berlangsung seminar internasional berjudul The Impact of Technology on Culture, Ethics and Future Works, menghadirkan narasumber dari tiga negara: Indonesia, Malaysia dan China.

By :  Widodo
Update: 2024-11-14 12:05 GMT
Seminar internasional berjudul The Impact of Technology on Culture, Ethics and Future Works. (foto: ist)

Elshinta.com - Jakarta– “Bertempat di Guangzhou, China, berlangsung seminar internasional berjudul The Impact of Technology on Culture, Ethics and Future Works, menghadirkan narasumber dari tiga negara: Indonesia, Malaysia dan China yaitu Ballian Siregar, Devie Rahmawati, M Ruslan Ramli, Youna C Bachtiar, Zulhamri bin Abdullah, Gallen Dior dan Regina Salim.

Seminar dihadiri lebih dari 50 mahasiswa, yang berasal dari: South China University of Technology (SCUT), South China Normal University (SCNU), Sun Yat Sen University (SYSU), Jinan University, College of Chinese Language and Culture (CCLC),” ujar Youna C Bachtiar, Ketua Delegasi program diseminasi ilmiah internasional dari Esa Unggul, UPM dan Vokasi UI. 

“Di era digital kehadiran media sosial dan AI dapat menjadi alat penunjang ataupun jebakan. Untuk itu, dibutuhkan media literasi yang terdiri atas kemampuan pribadi (personal locus), struktur pengetahuan, ketrampilan. Ketiganya harus diikuti dengan aksi kolaborasi dengan provider teknologi serta keaktifan dalam diskusi grup,” ujar Ruslan Ramli, Ketua Program Studi S2 Fikom, Universitas Esa Unggul. 

“Hari ini kita menghadapi VUCA, dimana dunia semakin tidak beretika, yang ditandai dengan lahirnya narasi digital seperti blog yang bias, tipu daya politik, pernyataan-pernyataan emosional, klaim satu pihak hingga penyerangan terhadap karakter pribadi seseorang. Di sinilah pentingnya menjaga etika di ruang digital,” seru Zulhamri bin Abdullah, Assoc Professor Universiti Putra Malaysia.

“Defisit” peluang kerja yang dihadapi oleh Gen Z di seluruh belahan dunia, bukan hanya di Indonesia, menjadi tantangan sosial hari ini dan masa depan. Padahal, kebutuhan akan tenaga kerja, berdasarkan studi global, pada 2030, dibutuhkan sekitar 85 juta talenta, yang setara dengan jumlah penduduk Jerman. Namun, kebutuhan tersebut tidak mampu terpenuhi, karena pasokan tenaga kerja masih memiliki kelemahan dari aspek hard dan soft skills,” tambah Devie Rahmawati, Program Vokasi Universitas Indonesia.

“Seminar internasional ini menjadi strategis,karena mengulas pentingnya teknologi, di mana anak muda perlu paham dan waspada akan potensi positif maupun negatif. Hadirnya perspektif dari berbagai negara, akan menambah referensi solusi atas tantangan profesional bagi para pelajar setelah mereka lulus.

Kesempatan belajar dari tiga negara dalam aspek pendidikan, menjadi modal bagi para mahasiswa untuk terus menambah keterampilan komunikasi, pemecahan masalah serta berpikir kritis, melalui aktivitas di luar mata kuliah utama, seperti edukasi, bisnis, sosial dan kemanusiaan,” ujar Gallen Dior, Ketua PPIT Guangzhou.  

“Kegiatan ini dikelola oleh tim PPIT Guangzhou yaitu Cindy Aurelia, Charlotte R Wicaksono, Fayola Wiber, Karin Marcellyne, Misty Anggra, Samuel Budiono. Para pembicara juga melakukan serangkaian dialog tentang kehidupan sosial serta karakteristik budaya Masyarakat China di Konsulat Jenderal Republik Indonesia bersama Cristine A Siregar, selaku Konsul Sosial dan Budaya.

Tidak hanya itu, observasi sekaligus penelitian dikumpulkan untuk menyusun studi tentang komunikasi budaya dan pendidikan di Asia,” tutup Ballian Siregar, Wakil Dekan Fikom, Universitas Esa Unggul. (Dd)

Tags:    

Similar News