CHED nilai kawasan tanpa rokok DKI tak ganggu ekonomi usaha kecil
Kepala Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Roosita Meilani Dewi menilai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Jakarta tidak akan mengganggu ekonomi pelaku usaha kecil.
Elshinta.com - Kepala Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Roosita Meilani Dewi menilai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Jakarta tidak akan mengganggu ekonomi pelaku usaha kecil.
Dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu, Roosita mengatakan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini dibahas DPRD DKI Jakarta memiliki landasan hukum yang kuat.
"Ini adalah bentuk nyata dari implementasi hak atas hidup sehat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28, hingga Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 yang secara tegas melarang penjualan rokok kepada anak di bawah usia 21 tahun," ujarnya.
Secara khusus, dia menyoroti kekhawatiran sejumlah pihak bahwa Raperda KTR akan berdampak negatif pada ekonomi daerah, yang terbantahkan dengan data keuangan resmi DKI Jakarta.
Selama satu dekade penerapan larangan iklan rokok melalui Pergub No 1 Tahun 2015, penerimaan pajak reklame justru mengalami tren stabil, bahkan meningkat dari Rp714,9 miliar pada 2015 menjadi Rp961,3 miliar pada 2024, dengan puncak tertinggi Rp1,095 triliun pada 2022.
"Fakta ini membantah narasi bahwa promosi rokok diperlukan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Justru, pengeluaran rumah tangga miskin untuk rokok yang menempati urutan kedua setelah beras, mencapai Rp79.226 per bulan (Susenas 2019), menunjukkan beban ekonomi yang justru ditanggung keluarga," kata Roosita.
Dukungan terhadap aturan itu juga disampaikan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Sekretaris Jenderal LPAI Titik Suharyati menyebut bahwa kebijakan KTR merupakan investasi jangka panjang untuk melindungi anak-anak.
"Kebijakan ini berperan penting dalam menekan angka perokok anak yang semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun,” katanya.
Diharapkan dengan data, dukungan publik, serta bukti lapangan yang tersedia, momen pembahasan Raperda KTR 2025 dapat menjadi titik balik bagi Jakarta untuk tampil sebagai kota percontohan dalam pengendalian tembakau di Indonesia.