Gula petani tak terjual, legislator khawatirkan gagalnya swasembada pangan

Anggota Komisi IV DPR RI Riyono menanggapi keluhan petani tebu di beberapa daerah yang ada di Jawa Timur yang dapat mengancam gagalnya swasembada pangan nasional yang menjadi nawa cita Presiden Prabowo Subianto.

Update: 2025-08-12 10:32 GMT
Sumber foto: Efendi Murdiono/elshinta.com.

Elshinta.com - Anggota Komisi IV DPR RI Riyono menanggapi keluhan petani tebu di beberapa daerah yang ada di Jawa Timur yang dapat mengancam gagalnya swasembada pangan nasional yang menjadi nawa cita Presiden Prabowo Subianto, karena gula milik mereka tidak terjual dengan harga yang jadi patokan pemerintah yaitu Rp14.500 perkilogram sesuai HET.

Jika pemerintah lamban menangani persoalan itu semangat petani tebu akan pupus dan dipastikan kran impor akan terus meningkat tidak hanya untuk kebutuhan industri makanan dan minuman namun untuk pasokan gula dari luar tersebut ke pasaran. Sementara desakan dari legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) minta BUMN segera melakukan pembelian gula sesuai keputusan HET Rp14.500 dari kucuran Daya Anagata Nusantara (Danantara) senial Rp1,5 triliun 

"Saya minta kepada pemerintah via BUMN untuk segera membeli gula petani dengan harga HET Rp14.500 perkilogram, ⁠dalam rakortas sedang diputuskan untuk percepatan pembelian segera melalui pencairan dana Rp1,5 T dari Danantara," ucap Riyono, Selasa (12/08).

Riyono berharap pemerintah melakukan percepatan distribusi dana sampai ke pabrik gula, keterlambatan pembelian yang tidak sesuai harapan petani sampai hari membuat resah dan bisa beralih cocok tanam selain tebu. Pemerintah agar jeli kran impor tidak dibuka seluas-luasnya namun benar-benar memperhatikan dan menghitung kebutuhan gula nasional, bila tanpa hitungan cermat merembes ke pasar rakyat hal itu yang jadi pemicu rusaknya harga gula petani.

"Saya minta mempercepat distribusi ke PG agar bisa ke petani, stop gula rafinasi yang beredar di pasar rakyat," pinta Riyono seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono, Selasa (12/8). 

Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Lumajang Jawa Timur H. Didik Purwanto mempertanyakan Danantara beban bunganya yang menanggung pengembalian dibebankan kepada petani, pabrik gula atau Sinergi Gula Nusantara (SGN) karena merupakan dana komersial.

"Pemerintah menjanjikan dana Rp1,5 triliun pada kenyataannya dari perbankan dikenakan dana komersil, dan saya kurang paham apa bunganya dibebankan kepada petani, pabrik gula atau SGN," tutur petani dari Kecamatan Tempeh.

Beliau juga menyinggung adanya Keputusan Menteri Perdagangan nomer 16 tahun 2025 menjadi monster ditengah harga gula petani merosot, yang mana harga tetes dari luar lebih murah sekitar Rp9.00 perliter dan milik petani Rp1.000 per liter sedangkan pada tahun sebelumnya kisaran Rp3.000 per liter.

"Keluarnya Keputusan Menteri Perdagangan nomer 16 tahun 2025 menambah para petani tebu di Lumajang tidak baik-baik saja," cetusnya.

Didik Purwanto siap menjadi garda mengajak petani menambah luasan tanam lahan tebu agar dalam waktu dekat impian Prabowo Subianto swasembada pangan menjadi nyata, dari itu diharapkan pro aktif pemerintah memperhatikan dan mempermudah terpenuhi kebutuhan petani seperti biaya garap hingga menjamin harga jual gula petani yang saling menguntungkan bagi petani dan bagi mitra yaitu pabrik.

Tags:    

Similar News