Budaya Betawi berpeluang masuk industri perhotelan di Jakarta
Suasana Dialog Interaktif bertema "Transformasi Jakarta dari Ibu Kota Negara Menuju Kota Global dan Berbudaya yang Berkelanjutan" yang digelar Badan Musyawarah (Bamus) Betawi di Jakarta, Rabu (24/9/2025). ANTARA/HO-Bamus Betawi
Pergeseran status Jakarta yang tidak lagi menjadi ibu kota negara dinilai membuka peluang baru bagi pelaku ekonomi budaya Betawi untuk berkembang, khususnya melalui kolaborasi dengan sektor perhotelan dan pariwisata.
"Baik sebagai bagian dari promosi budaya ataupun dalam aspek komersial. Hotel-hotel bisa menjadi mitra strategis untuk menghadirkan budaya Betawi," kata salah satu tokoh Betawi Munir Arsyad dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Munir dalam Dialog Interaktif bertema "Transformasi Jakarta dari Ibu Kota Negara Menuju Kota Global dan Berbudaya yang Berkelanjutan" yang digelar Badan Musyawarah (Bamus) Betawi di Jakarta, Rabu (24/9) menilai pergeseran status Jakarta sebagai ibu kota negara harus diiringi dengan penguatan identitas budaya lokal, salah satunya dengan melibatkan pelaku usaha Betawi.
Mulai dari perajin, seniman, hingga pelaku usaha kuliner ke dalam industri jasa dan pariwisata, termasuk hotel-hotel di Jakarta dan sekitarnya. Munir mencontohkan, makanan khas seperti soto Betawi, kerak telor, atau nasi uduk Betawi bisa dihadirkan di restoran hotel untuk memperkaya pengalaman tamu.
"Hotel juga dapat menyelenggarakan acara khusus yang menampilkan kuliner Betawi atau bazar makanan Betawi untuk memperkenalkan lebih banyak orang pada kekayaan kuliner Betawi," ujarnya.
Di sisi lain, pertunjukan seni seperti Lenong, Gambang Kromong atau Tari Betawi bisa menjadi daya tarik budaya yang unik bagi wisatawan mancanegara. Tak hanya itu, hotel juga dapat bekerja sama dengan seniman Betawi untuk mendekorasi ruang hotel, seperti menggunakan ornamen atau seni ukir Betawi pada interior hotel.
"Ini dapat menambah nilai estetika yang memperkenalkan budaya Betawi kepada para tamu," ucap Munir.
Selain itu, produk-produk kerajinan khas Betawi seperti topeng ondel-ondel, batik Betawi, dan miniatur rumah adat juga bisa dipasarkan sebagai suvenir eksklusif di hotel-hotel. Bahkan, dia menyarankan agar hotel-hotel berperan aktif sebagai tuan rumah dalam festival budaya Betawi secara rutin.
Menurut dia, Jakarta harus tetap jadi etalase budaya Betawi, meskipun bukan lagi ibu kota negara.
"Hotel juga dapat menawarkan paket wisata budaya Betawi, yang meliputi perjalanan (tur) ke kawasan Betawi tradisional, wisata kuliner, serta kunjungan ke pusat kerajinan atau tempat-tempat bersejarah di Jakarta yang berhubungan dengan Betawi," jelas Munir.
Sementara itu, Pemerhati Kebijakan Publik Rendara menekankan pentingnya pelatihan dan pemberdayaan masyarakat Betawi agar mampu bersaing di dunia kerja, khususnya di sektor perhotelan. Menurut dia, perlu adanya kemitraan antara hotel dengan organisasi masyarakat Betawi untuk pelatihan keterampilan, seperti layanan pelanggan dan pengolahan kuliner.
Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memperluas akses kerja bagi generasi muda Betawi.
"Dengan menggandeng budaya Betawi, hotel dapat meningkatkan citra mereka sebagai tempat yang tidak hanya menawarkan kenyamanan modern, tetapi juga memperkenalkan budaya lokal. Ini akan menarik wisatawan yang ingin merasakan lebih banyak tentang kebudayaan dan tradisi tempat yang mereka kunjungi," kata Rendara.
Apalagi, kolaborasi antara pelaku budaya Betawi dan sektor perhotelan dinilai sebagai langkah strategis dalam menjaga eksistensi budaya lokal sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Transformasi Jakarta menuju kota global yang berbudaya dan berkelanjutan juga dinilai tidak bisa lepas dari peran serta budaya Betawi sebagai identitas asli kota ini.
"Pelaku ekonomi budaya Betawi memiliki banyak peluang untuk masuk dan berkolaborasi dengan hotel-hotel, baik dalam aspek kuliner, seni pertunjukan, produk kerajinan, maupun event budaya," ucap Rendara.