Presiden Prabowo sahkan UU Ekstradisi RI–Rusia
Tangkapan layar - Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2025 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi dengan Republik Indonesia dengan Federasi Rusia. ANTARA/HO-Setneg
Presiden RI Prabowo Subianto telah secara resmi mengesahkan perjanjian ekstradisi dengan Federasi Rusia melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2025.
Dilansir dari laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Sekretariat Negara di Jakarta, Jumat (5/12), undang-undang tersebut diteken Presiden pada 29 Oktober 2025 di Jakarta.
Regulasi ini menjadi landasan hukum domestik bagi ratifikasi perjanjian bilateral yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama penegakan hukum antara kedua negara, khususnya dalam memerangi kejahatan lintas batas.
Perjanjian tersebut sebelumnya telah ditandatangani Pemerintah RI dan Pemerintah Federasi Rusia pada 31 Maret 2023 di Bali, Indonesia.
Pengesahan ini dilakukan berdasarkan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Presiden RI.
Pasal 1 UU Nomor 19 Tahun 2025 menyatakan bahwa perjanjian ekstradisi tersebut disahkan, dengan salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, Rusia, dan Inggris terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang.
Penerbitan Undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Pemerintah RI sebagai bagian dari masyarakat internasional perlu menjalin hubungan dan kerja sama internasional.
Dalam penjelasan umum UU disebutkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih, terutama teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi, telah menyebabkan wilayah antar negara seakan-akan tanpa batas (borderless).
Kondisi ini membuka peluang lebih besar bagi tersangka atau pelaku tindak pidana untuk melarikan diri dari proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, atau pelaksanaan pidana.
Perjanjian ekstradisi ini diharapkan dapat memperkuat hubungan dan kerja sama kedua negara dalam penegakan hukum atas dasar prinsip saling menguntungkan.
Perjanjian ini juga melengkapi kerja sama sebelumnya, yaitu Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 5 Tahun 2021.
Perjanjian ekstradisi yang disahkan melalui UU Nomor 19 Tahun 2025 ini mengatur beberapa hal penting dalam pelaksanaan ekstradisi, meliputi kewajiban untuk mengekstradisi atau menyerahkan pelaku tindak pidana.
Selain itu, aturan tersebut juga memuat tindak kejahatan yang dapat diekstradisikan, alasan penolakan ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung yang diperlukan, serta pengaturan penyerahan pelaku.