Pemkot Magelang libatkan pemuda atasi krisis sampah
Pengelolaan sampah tak lagi bisa dipandang sebagai urusan teknis semata, melainkan soal keberlanjutan hidup. Pola lama kumpul–angkut–buang hanya akan mewariskan beban bagi generasi mendatang.
Sumber foto: Kurniawati/elshinta.com.
Pengelolaan sampah tak lagi bisa dipandang sebagai urusan teknis semata, melainkan soal keberlanjutan hidup. Pola lama kumpul–angkut–buang hanya akan mewariskan beban bagi generasi mendatang.
Wali Kota Magelang, Damar Prasetyono mengatakan, pemuda turut berperan dalam mengatasi krisis sampah itu. Kelompok ini bukan hanya jumlahnya dominan, tetapi juga mempunyai mempunyai kreativitas tinggi, terbiasa berinovasi, dan dekat dengan teknologi informasi.
"Dengan satu postingan atau gerakan, pemuda bisa menyebarkan pengaruh luas, dari ajakan memilah sampah hingga membangun gaya hidup hijau,” ujar Damar, saat membuka Sekolah Sampah di Balai RW 2 Kelurahan Wates, Rabu (17/9/2025).
Ia mencontohkan program Adiwiyata yang melahirkan kader lingkungan di sekolah serta karang taruna yang berhasil mengelola bank sampah. Pemkot Magelang juga memiliki Perwal Nomor 30 Tahun 2019 tentang Kebijakan Strategi Daerah (Jakstrada) pengelolaan sampah.
Ini sejalan dengan target nasional pengurangan sampah 30 persen dan penanganan 70 persen pada 2025. Sementara itu, karang taruna di berbagai kelurahan mampu mengelola bank sampah, mengurangi timbunan, sekaligus menambah pendapatan warga.
"Saya percaya, solusi kreatif yang mampu mengubah wajah pengelolaan sampah justru akan lahir dari pemuda," katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Kurniawati, Kamis (18/9).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang, Mahmud Yunus, menjelaskan sekolah Sampah adalah program yang bertujuan untuk melibatkan pemuda sejak usia dini, mulai dari SD hingga SMA, dalam upaya pengelolaan sampah.
Para peserta, yang terdiri dari anggota Karang Taruna dan pelajar SMP, dilatih untuk memilah sampah dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sampah di berbagai lingkungan, termasuk sekolah, rumah, dan lingkungan sekitar.
"Pelatihan Sekolah Sampah diadakan setidaknya empat kali dalam setahun, dengan peserta yang berbeda setiap triwulan," katanya.
Lokasi pelatihan dipilih langsung ke kelurahan-kelurahan agar peserta dapat melihat langsung manfaat dari pengelolaan sampah, seperti yang telah dilakukan di Jambon Gesikan dan Wates.
Materi pelatihan meliputi motivasi, pembuatan biopori, pengolahan sampah menjadi magot, dan budidaya ternak dengan pakan magot. Fasilitator pelatihan berasal dari DLH, sehingga tidak memerlukan tenaga ahli dari luar.
Para peserta diharapkan dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pelatihan di sekolah dan lingkungan masing-masing. Saat ini, Kota Magelang sudah memiliki lebih dari 100 unit dari target 192 unit.