2 Januari 1680: Pemberontakan Trunajaya, episentrum perubahan dalam sejarah Mataram
Elshinta.com, Pada awal abad ke-18, pulau Jawa menjadi saksi dari peristiwa dramatis yang mengguncang ketenteraman Kesultanan Mataram. Pemberontakan Trunajaya, yang mencapai puncaknya pada tanggal 2 Januari 1680, membawa dampak yang signifikan terhadap politik dan kekuasaan di wilayah tersebut.
Elshinta.com - Pada awal abad ke-18, pulau Jawa menjadi saksi dari peristiwa dramatis yang mengguncang ketenteraman Kesultanan Mataram. Pemberontakan Trunajaya, yang mencapai puncaknya pada tanggal 2 Januari 1680, membawa dampak yang signifikan terhadap politik dan kekuasaan di wilayah tersebut.
Kesultanan Mataram dalam krisis
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kesultanan Mataram mencapai kejayaannya. Namun, setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645, kesultanan ini menghadapi tantangan serius. Konflik dengan Belanda dan perebutan kekuasaan internal menyebabkan keruntuhan struktur politik dan ekonomi Mataram.
Pemerintahan Amangkurat II: Kekuatan yang rapuh
Amangkurat II naik tahta pada tahun 1677, namun pemerintahannya tidak mampu menyelesaikan konflik internal. Kelompok bangsawan dan priyayi tidak puas, menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh Trunajaya.
Pemberontakan Trunajaya: Pencapaian dan runtuhnya Kota Gede
Pada tahun 1674, Trunajaya, seorang panglima perang Jawa, memimpin pasukan campuran dari berbagai kelompok etnis dan agama untuk memberontak. Kota Gede, ibu kota Mataram, jatuh ke tangan Trunajaya. Amangkurat II melarikan diri, dan Mataram terpecah menjadi dua faksi yang berseteru.
Bantuan Belanda dan pemulihan Kota Gede: Sekutu yang tak biasa
Dalam upaya untuk menghadapi Trunajaya, Amangkurat II meminta bantuan Belanda. Meskipun sebelumnya terlibat dalam pertempuran, kini Belanda bersekutu dengan Mataram untuk merebut kembali Kota Gede pada tahun 1678. Pemulihan ini menandai awal pengaruh Belanda yang semakin kuat di pulau Jawa.
Babak Baru Sejarah Mataram
Pada tahun 1680, pasukan gabungan Mataram dan Belanda berhasil mengalahkan Trunajaya. Sang panglima perang tewas dalam pertempuran tersebut. Meskipun pemberontakan ini tidak sepenuhnya mengakhiri konflik di Jawa, kematian Trunajaya membuka pintu bagi perubahan besar.