30 November 2004: Kecelakaan pesawat Lion Air JT 538, 26 orang tewas 63 terluka

Dunia penerbangan Indonesia pada Selasa, 30 November 2004 silam, ditimpa kejadian nahas. Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 538 tergelincir saat mendarat di Bandar Udara Adisumarmo, Solo, Jawa Tengah. 26 tewas, 55 orang luka berat, dan 63 orang luka ringan.

Update: 2021-11-30 06:00 GMT
Tim menyelidiki Lion Air tergelincir di ujung landasan Bandara Adi Soemarmo Solo. (Solopos/Sunaryo haryo Bayu)

Elshinta.com - Dunia penerbangan Indonesia pada Selasa, 30 November 2004 silam, ditimpa kejadian nahas. Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 538 tergelincir saat mendarat di Bandar Udara Adisumarmo, Solo, Jawa Tengah. 26 tewas, 55 orang luka berat, dan 63 orang luka ringan.

Dalam kecelakaan tersebut, pesawat mengangkut 156 penumpang. Saat itu cuaca memang buruk, sekitar pukul 18.15, hujan deras, petir dan angin membuat pesawat limbung.

Pesawat Lion Air jenis MD-82 itu awalnya lepas landas dari Jakarta dengan tujuan Surabaya pada pukul 17.00 WIB. Sebelum mendarat di Bandara Internasional Juanda, Surabaya, pesawat itu transit terlebih dahulu di Solo.

Menurut penuturan salah seorang penumpang, hujan lebat ditambah petir sudah sejak awal keberangkatan. Saat pendaratan sekitar pukul 18.15 WIB, menurutnya, pesawat seolah tidak dapat dihentikan dan akhirnya keluar landasan. Pesawat masuk ke sawah di bandara sebelum akhirnya berhenti di pemakaman penduduk di Desa Ngesrep, Kecamatan Ngemplak.

Badan pesawat akhirnya patah di tengah, tepatnya di bagian tulisan 'Lion' dan membuat pesawat dari tengah hingga depan pesawat hancur.

Sementara, menurut Direktur Utama Lion Air saat itu, Rusdi Kirana, pesawat Lion Air MD-82 yang mengalami kecelakaan di Bandara Adi Sumarmo dalam kondisi layak terbang. Menurut dia, kecelakaan tersebut karena faktor cuaca yang buruk saat pesawat dalam posisi mendarat. Rusdi mengatakan, pesawat dalam posisi yang tepat untuk pendaratan.

Namun, hempasan angin yang cukup kencang dari arah belakang pesawat menyebabkan pesawat terus meluncur dan terdorong keluar sekitar 100 meter dari landasan pacu.

Mengutip dari Kompas, pesawat mendarat dalam cuaca badai petir. Diduga, pesawat tidak dapat menyentuh landasan dengan mulus, tetapi terpental hingga ujung landasan karena ada genangan air yang disebut hydro planning di landasan. Akibatnya, pesawat pun tidak dapat direm dengan sempurna.

Sementara itu, menurut Ketua KNKT kala itu, Kapten Ertata Lananggalih mengatakan penyebab banyaknya korban yang meninggal atau luka berat yang menimpa penumpang di kursi depan atau kursi nomor 1-11 adalah karena tertabraknya fondasi antena localizer di daerah Runway End Safety Area (RESA) pada lokasi 140 meter dari ujung landasan pacu. Sehingga bagian depan pesawat terkoyak.

Selain itu, tertutupnya panel perusak gaya angkat dibagian sayap (Spoiler) dan pintu pembalik arah gaya dorong mesin (Reverser) juga menjadi penyebab kecelakaan. Hal itu ditambah aktivitas awan di sekitar bandara telah menyebabkan timbulnya angin buritan sebesar 13 knots yang mengakibatkan bertambahnya jarak meluncur pesawat saat mendarat.

Dari penelusuran tersebut, KNKT merekomendasikan review prosedur pengoperasian pesawat pada saat mendarat dalam kondisi hujan, review pengawasan maintenance, dan peninjauan kembali kelayakan pesawat MD-82.

Manajer Humas Lion Air saat itu, Hasyim Arsal Alhabsi membantah jika kecelakaan yang terjadi itu disebabkan karena kondisi pesawat Lion Air yang tidak laik terbang. "Kami sudah berjalan sesuai dengan prosedur, segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan aturan yang ada," ujar Hasyim. (Berbagai sumber)

Tags:    

Similar News